Selasa, 01 Desember 2009

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

Hak dan Kewajiban dalam Pergaulan Antara Suami-Isteri
Perkawinan, sebagaimana telah kami sebutkan, adalah suatu ikatan perjanjian yang telah diikat oleh Allah antara seorang pria dengan seorang wanita. Sesudah melakukan aqad, masing-masing disebut suami dan isteri atau zauj dan zaujah, artinya genap. Masing-masing dalam hitungan adalah single, tetapi dalam timbangannya adalah double, karena masing-masing mencerminkan yang lain dan bertanggungjawab terhadap penderitaan dan cita-citanya.
Al-Quran menggambarkan kekuatan ikatan antara suami-isteri ini, dengan suatu lukisan sebagai berikut:
"Perempuan (ibarat) pakaian buat kamu, dan kamu (ibarat) pakaian buat mereka." (al-Baqarah: 187)
Redaksi ini memberikan suatu pengertian: fusi (peleburan), pendinding, perlindungan dan perhiasan yang harus diujudkan oleh masing-masing suami-isteri.
Oleh karena itu, masing-masing suami-isteri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijaga baik-baik, tidak boleh diabaikannya. Hak dan kewajiban ini berlaku sama, kecuali yang memang secara fitrah dispesialkan buat laki-laki, seperti yang ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya:
"Perempuan mempunyai hak sebanding dengan kewajibannya dengan baik, dan laki-laki mempunyai kelebihan terhadap perempuan." (al-Baqarah: 228)
Kelebihan yang dimaksud dalam ayat ini, yaitu kelebihan mengurus dan bertanggungjawab.
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:
"Ya Rasulullah! Apakah hak seorang isteri terhadap suami? Maka beliau menjawab: engkau beri makan dia apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian dia apabila engkau berpakaian, dan jangan engkau menampar mukanya, dan jangan engkau jelek-jelekkan, dan jangan engkau berpisah dengan dia melainkan dalam rumah." (Riwayat Abu Daud dan Ibnu Hibban)
Oleh karena itu seorang suami muslim tidak dibenarkan mengabaikan masalah nafkah dan pakaian isteri. Sebab Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda:
"Cukup berdosa seseorang yang meneledorkan orang yang menjadi tanggungannya." (Riwayat Abu Daud, Nasa'i dan Hakim)
Dan tidak dibenarkan seorang muslim menampar muka isterinya. Tindakan tersebut dianggap suatu penghinaan, karena muka adalah anggota yang menjadi pusat kecantikan tubuh.
Dan apabila diperkenankan seorang muslim untuk memberikan pendidikan isterinya yang durhaka, maka ia tidak diperkenankan memukul yang dapat menyusahkan atau menampar muka dan tempat-tempat yang cepat membawa ajalnya.
Di samping itu tidak pula diperkenankan seorang muslim menjelek-jelekkan isterinya, baik dengan mengata-ngatai atau ucapan-ucapan yang tidak layak didengar, misalnya kata-kata: qabbahakillah (kamu orang jahat) dan sebagainya.
Sedang kewajiban isteri terhadap suaminya, yaitu sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad s.a.w.:
"Tidak halal bagi seorang isteri yang beriman kepada Allah, memberi izin (kepada laki-laki lain) dalam rumah suami sedang suami tidak suka; dan tidak halal dia keluar rumah sedang suami tidak suka; dan tidak halal dia taat kepada orang lain; dan tidak halal dia meninggalkan ranjang suami; dan tidak halal dia memukul suaminya. Kalau suami berlaku zalim, maka datangilah sehingga menjadi senang; dan jika dia dapat menerimanya maka dia adalah perempuan yang baik dan semoga Allah menerima uzurnya dan menampakkan alasannya; tetapi jika suami tidak rela, maka uzurnya itu telah ia sampaikan kepada Allah." (Riwayat Hakim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan jejak kehidupan anda hingga tak pernah terlupakan di blog ini dengan mengisi comment ini: